Pilgub Jabar 2018 sudah mendekat. Perhatian masyarakat dan terutama parpol sebagai organ yang punya "hajat" tampak meng...
Pilgub Jabar 2018 sudah mendekat. Perhatian masyarakat dan terutama parpol sebagai organ yang punya "hajat" tampak menggeliat,mesti perhelatan kurang lebih sekitar satu setengah tahun lagi namun event ini menuntut keseriusan dan tanggung jawab terutama parpol sebagai instrumen penting dalam menseleksi dan melahirkan pasangan Gubernur ke depan yang akan menggantikan gubernur Aher yang mau berakhir. Sosok yang diharapkan bisa diandalkan lebih dari sesudahnya, yang dinamis ke arah yang diminta rakyat, sebagai pemegang kedaulatan penuh, hendaknya menjadi pertimbangan pertama dan utama.
Pemilihan gubernur DKI telah mengisyaratkan bahwa peta politik masyarakat terutama umat Islam telah mampu merangsang untuk bangun dari tidur panjangnya.
Melihat perkembangan berita group-group WA, FB, Twitter dan IG menjelang Pilkada,nampaknya menunjukkan satu hal yang menggembirakan bahwa Umat Islam sudah semakin cerdas dalam membaca situasi.
Mereka begitu paham bahwa ahok bukanlah lawan enteng yang mudah dijatuhkan sebab betapa sesungguhnya ada kekuatan besar di belakang ahok . Kekuatan yang mampu 'membeli' pejabat , kepolisian, KPK , Jenderal , hingga Presiden sekalipun dalam upaya mereka untuk menguasai negera ini.Dan alhamdulilah hal ini disadari betul oleh umat saat ini.
Ada harapan membahagiakan bahwa ummat saat tidak serta merta mudah mengalihkan suaranya hanya pertimbangan sembako,uang dan segala bentuk intimidasi murahan lainnya.
Ini tidak lepas dari peran para Ulama yang mengedukasi umatnya dengan sabar sehingga mereka jadi melek terhadap politik di negeri ini.
Disamping peran ulama, ada faktor lain yang tdk kalah pentingnya dlm membuat umat jadi melek atas kondisi kekinian. Faktor itu adalah MEDSOS.
MEDSOS ternyata menjadi senjata penting yang banyak memberi peran dalam kemenangan pada pertarungan barusan.
Tak dapat di pungkiri bahwa kemenangan melawan ahok ini adalah karena kemenangan sebelumnya di dunia maya dalam perang opini melawan ahok.
Ahok dengan dana tak terbatas berhasil di hadang oleh para Cyber Muslim hingga mengalami kekalahan di sektor opini.
Dengan modal copy paste dari situs situs muslim terpercaya mereka mulai membangun opini apa yang sesungguhnya sedang di alami oleh negeri ini.
Pesan pesan berantai yang sambung menyambung dari 1 group ke group yang lain via WA, IG dan FB ternyata bisa efektif mengimbangi media mainstream seperti koran dan televisi.
Dari peran Ulama dan pesan berantai itulah akhirnya umat Islam dapat Bangun dan mampu menunjukkan kekuatan terbaiknya.
Berangkat dari pengalaman ini maka mulai sekarang jangan kita meremehkan perang opini di media sosial karena ternyata kemenangan di situ punya pengaruh besar pd peperangan di dunia nyata.
Hal ini sudah di praktekkan oleh lawan- lawan Islam sebelumnya dalam ungkapan mereka ' Kuasailah media massa (opini publik), maka siapapun akan berada di bawah kakimu.’
Sekarang...siapapun anda, dimanapun berada. Ayo kita turut berjuang di media sosial.
Kita ingatkan terus umat akan perjuangan yang belum selesai ini..!!
Jangan sampai keterlenaan kita dengan kemenangan awal membuat ummat tidur kembali…
Kesulitan -kesulitan rakyat tatkala menentukan siapa gubernur yang paling tepat dan pantas pada kontestasi pilpres,pilkada dan pileg sepertinya akan lebih dpat dipermudah dengan masuknya informasi yang sehat, jujur dan benar langsung ke tangan umat tanpa melalui filter redaksi media mainstream yang kuat kepentingan pemiliknya.
Event suksesi kemarin-kemarin rakyat selalu disuguhkan kepala daerah yang hanya cukup dilihat pada aspek penampilan, pencitraan dan hal-hal yang hanya bersifat "gincu" yang menyala pada persoalan bendera dan permukaan tanpa pernah dibongkar dan dijelaskan lebih dalam tentang jejak langkah, dan track recordnya, media mainstream leluasa menginformasikan kandidat, sesuai pesanan kandidat yang sanggup membayarnya.
Maka endingnya tidak heran jika kita melihat, hanya segelintir kepala daerah yang bisa di pandang berhasil memajukan daerahnya, realitas telah menunjukkan banyak kepala daaerah produk pemilihan langsung di negeri ini berkinerja buruk.
Mencermati kondisi di atas sepertinya menjadi suatu kewajiban untuk mampu membuka mata hati dan pikiran kita,-parpol dan masyarakat- untuk menegaskan pemahaman perihal proses perebutan posisi kekuasaan.
Tidak bisa lain, sah dan wajar, manakala cagub dan wagub berkompetisi secara demokratis untuk memperoleh posisi kekuasaan, akan tetap jadi kepala daerah dengan menghalalkan segala cara seperti nya akan mendapat perlawanan demikian hebat dari nurani rakyat.sebab informasi sudah mengalir masuk ke tangan rakyat langsung secara berimbang melalui medsos yang hampir semua orang memiliki nya.
Hal di atas menyadarkan kita untuk mengevaluasi secara mendasar tentang apa makna kekuasaan itu dan untuk apa? Untuk pengabdian dan pelayanan,untuk bekerja sebanyak-banyaknya bagi kesejahteran rakyat. Itulah pilihan yang pas dan tepat pada era medsos saat ini.
Relevan pula kita mengambil pelajaran tentang kenyataan Pilkada DKI Jakarta kemarin , bahwa cara mencapai kekuasaan dengan kesan buruk dan praktek pragmatisme sangat kelewatan terbukti tidak mendapat tempat di hati rakyat.
Lagi pula jika dihadapkan dengan tantangan dan tugas yang dihadapi,yakni,kondisi warga,bangsa,dan negara kita dewasa ini,memang konsep kekuasaan sebagai pengorbanan, pengabdian dan pelayanan itulah yang tepat.
Kejadian berbagai kasus yang melibatkan kepala daerah sebagai korupsi,kolusi,dan nepotisme (KKN) periode terakhir ini sesungguhnya telah memunculkan penilaian bahwa fase masa reformasi yang kemudian melahirkan sistem demokrasi yang menurut pendapat dan perasaan umum,bukannya surut malah menjadi-jadi, oleh karenanya diperlukan bukan saja banting setir kepemimpinan dan kebijakan.tetapi juga banting setir konsep dan persepsi perihal kekuasaan.
Oleh karenanya dipandang mendesak untuk segera melakukan evaluasi tentang sikap dan cara pandang seluruh pihak terutama -parpol dan konstituen- dalam menghadapi perhelatan Pilgub JABAR 2018 .
Pertama, hendaknya momentum Pilgub JABAR 2018 mampu membongkar seluas-luasnya figur kandidat yang akan bertarung,di tengah keterbatasan tentang informasi mengenai jati diri para calon,tidak hanya dominasi suguhan pencitraan "kulitnya" yang mudah direkayasa media,mesti wajar dan sah.
Namun ada yang jauh lebih penting adalah penjelasan yang lebih mendalam terutama mengenai latar belakang para calon yang akan memimpin mereka serta track recordnya sepanjang dia mengendalikan jabatan organisasi sebelumnya.
Kedua, kita berharap peranan dari media massa untuk bisa lebih mendidik kepada masyarakat sehingga informasi yang tersebar luas, benar dan bisa menjadikan Masyarakat lebih maju dan dewasa dalam berpolitik.
Ketiga, mendukung dengan mengikhtiarkan kerja politik yang lebih keras dan ikhlas dalam menyeleksi kandidat cagub-cawagub kedepan yang dapat diandalkan yang tidak setengah-setengah dalam berjuang.Mempunyai dorongan yang kuat untuk membuktikan diri sebagai orang yang bertanggung jawab, mampu bekerja dengan baik dan berhasil,bahkan melampaui apa yang di capai leluhurnya.
Keempat, Mendorong lahirnya kepemimpinan yang terampil mengalirkan kesempatan sebaik-baiknya yang kemudian membasahi setiap tempat yang membutuhkannya.Menjawab persoalan-persoalan kekinian masyarakat serta bisa menjadi solusi terhadap problem berat dan mendesak yang dirasakan ummat.
Kelima, serius untuk melahirkan kandidat cagub-wagub yang memiliki sifat murah senyum,sopan santun,menjungjung tinggi kehormatan,menilai tinggi moralitas,mengandalkan ilmu pengetahuan,disiplin ketat,mengandalkan waktu seefisien mungkin,percaya pada kesetaraan manusia,percaya bahwa manusia bisa hidup damai,akrab dengan siapa saja, menerima pembauran dengan siapa pun dan tidak mudah larut secara emosional dalam suatu masalah.
Keenam, Dalam dimensi psikologi politik kita menginginkan lahir gubernur yang memiliki sifat-sifat yang cenderung berada ditengah, mempertahankan hal2 yang dianggap baik,siap mengubah yang terbukti kurang baik,mampu mendengar perbedaan pendapat meski tidak mengubah pendirian,namun dapat menerima hal baru sejauh terbukti baik (jauhi kegaduhan pilkada Jakarta).
Ketujuh, mampu membangun keyakinan untuk percaya harmoni dalam kehidupan politik dapat tercapai walau ada konflik-konflik yang harus dilalui. Meski sering tampak keras perbedaan tetapi selalu menjunjung tinggi budaya diskusi dan perenungan. Bukan mengembangkan kekerasan dan ketidakadilan.
Harapannya gubernur Jawa Barat kedepan bisa menjawab kompleksitas persoalan masyarakat dan kemudian maju bersama mengungguli kepemimpinan leluhurnya pilihan yang seharusnya...
Semoga.
Oleh: Usep Kurniawan Saifudin
Penulis, Penggiat Kepemudaan Mahasiswa S2 prodi komunikasi Penyiaran Islam UIN SGD Bandung