Anggota Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (BPKK) DPD) RI Ir H Cholid Mahmud MT menggelar Dialog Publik Urgensi Penataan Sistem Ketatanegaraan Indonesia Melalui Perubahan UUD NRI Tahun 1945 pada Kamis (7/9) di Kantor DPD RI perwakilan DIY, Jalan Kusumanegara Yogyakarta.
Yogyakarta - Anggota Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (BPKK) DPD) RI Ir H Cholid Mahmud MT menggelar Dialog Publik Urgensi Penataan Sistem Ketatanegaraan Indonesia Melalui Perubahan UUD NRI Tahun 1945 pada Kamis (7/9) di Kantor DPD RI perwakilan DIY, Jalan Kusumanegara Yogyakarta.
Cholid menyoroti sistem Ketatanegaraan Indonesia yang masih belum ideal, sehingga sangat perlu diperbaiki. Isu yang hangat dibicarakan antara lain peran MPR RI yang sangat terbatas pasca Amandemen UUD NKRI 1945, perlunya GBHN sebagai panduan pembangunan serta masih lemahnya kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Menurutunya, kewenangan DPD RI masih sangat minim, disebabkan konstitusinya mengatur seperti itu. Padahal kehadiran DPD sebagai kamar kedua di parlemen sangat penting dan strategis dalam sistem ketatanegaraan Indonesia guna mewujudkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances).
"Sistem ketatanegaraan Indonesia perlu diperbaiki melalui upaya konstitusional yakni Amanademen UUD NKRI 1945," ujarnya.
Masih menurut Cholid, selama bulan Oktober 2014 hingga Agustus 2016, DPD RI telah mengajukan ke DPR RI sebanyak 68 RUU, 245 pandangan dan pendapat, 76 pertimbangan serta 184 hasil pengawasan.
"Selain itu, selama tahun sidang 2015/2016, DPD RI menerima 7.621 permasalah/aspirasi dari daerah. Hal itu menunjukkan peran strategis DPD dalam mengawal pelaksanaan otonomi daerah dan mampu menjembatani kepentingan pusat dan daerah," kata Cholid.
Acara yang juga dihadiri Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FH UMY), Iwan Satriawan SH MCL PhD dan Alumni Lemhanas RI Angkatan ke-45, Cahyadi Takariawan.
Menurut Iwan, kewenangan senator di Amerika Serikat dengan di Indonesia sangat jauh berbeda. Jika di Amerika, senator punya kewenangan menyetujui atau menolak RUU, di Indonesia tidak punya dan bahkan tidak diikutkan dalam pembahasan.
"DPR RI seperti belum ikhlas berbagi peran dengan DPD RI, sehingga sistem bikameral yang dijalankan di parlemen jadi setengah hati," katanya.
Sememntara itu Cahyadi Takariawan membandingkan Indonesia dengan negara lain.
"Jika dibanding negara-negara lain di dunia, Indonesia mempunyai banyak sekali pulau-pulau, suku, adat dan budaya. Keberagaman tersebut jika tidak dirawat bisa menjadi sebab perpecahan," ujarnya.
Namun hal itu tidak terjadi di Indonesia, salah satunya karena adanya demokrasi yang diwujudkan dengan keterwakilan daerah di parlemen. Keterwakilan daerah di pemerintahan dan parlemen juga menjamin tidak terjadi kekuasaan yang otoriter.